Berita Flash Nasional Politik Terpopuler

Pernyataan Sikap KSPI terhadap Revisi UU Tenaga Kerja berpotensi PHK secara massal.

Jakarta Pusat, LBH, Selasa (06-08-2019) – Pers News,
Said Iqbal sebagai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga sebagai Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) mengatakan, “Berdalih untuk perbaikan investasi, arah revisi sejatinya untuk menekan kesejahteraan buruh yaitu untuk menurunkan nilai upah minimum, mengurangi pesangon, serta membebaskan penggunaan outsourcing di semua sektor produksi.

Lebih lanjut Iqbal mengatakan, “alasan para pelaku usaha dan pemerintah mendorong revisi UU Ketenagakerjaan dengan alasan untuk mendongkrak investasi adalah hanya akal-akalan saja.

“Undang-undang ini bunyinya tentang ketenagakerjaan, bukan tentang investasi. Kalau mau revisi ya yang diubah Undang-undang Penanaman Modal Asing, Undang-undang Perindustrian, Undang-undang Perdagangan, atau Undang-undang Perekonomian Nasional,” pungkasnya. Selasa (06-08-2019) didepan media.

Untuk menyuarakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, kaum buruh akan melakukan aksi bergelombang di kota-kota industri di seluruh Indonesia. FSPMI sendiri, kata Iqbal, sudah mengeluarkan surat instruksi agar buruh di setiap kabupaten/kota melakukan unjuk rasa ke Pemerintah Daerah dengan target meminta dukungan untuk menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Selain menolak rencana revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, buruh justru mendesak agar Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015) segera direvisi.

“Jangan sampai ada kesan, ketika buruh yang meminta revisi tidak kunjung direalisasi. Tetapi giliran pengusaha yang meminta cepat sekali dituruti,” ujar Iqbal.

Menurutnya, PP 78/2015 lebih mendesak untuk direvisi. Sebab keberadaan baleid ini membatasi kenaikan upah buruh hanya sebatas pada inflansi dan pertumbuhan ekonomi. Padahal apabila pemerintah ingin fokus mendongkrak investasi, maka pemerintah juga perlu menjaga pertumbuhan PDB di atas rata-rata regional dengan mendorong konsumsi rumah tangga. Caranya adalah dengan menaikkan daya beli masyarakat (purchasing power). Dengan adanya daya beli, maka barang-barang produksi akan ada yang membeli, sehingga roda ekonomi berputar.

Salah satu instrumen paling mendasar untuk menaikkan daya beli adalah upah minimum yang berfungsi sebagai jaring pengaman.

“Supaya upah menjadi layak, maka PP 78/2015 yang membatasi kenaikan upah minimum harus dicabut. Kembalikan kenaikan upah minimum berdasarkan perundingan tripartit dan berbasis pada kebutuhan hidup layak dengan melakukan survey pasar,” kata Iqbal.

Iqbal mencontohkan, pertumbuhan PDB di atas 6% yang terjadi di medio tahun 2010-2012 disumbang oleh konsumsi rumah tangga di atas 56%. Sementara saat ini pertumbuhan ekonomi kita stagnan di kisaran 5% karena porsi konsumsi rumah tangga juga menurun. Karena itu, agar pertumbuhan ekonomi meningkat maka daya beli masyarakat (purchasing power) harus dinaikkan.

Di sisi lain, hingga pertengahan tahun 2019, kurang lebih 10.000 buruh terkena PHK. Jumlah tersebut berasal dari berbagai industri, seperti industri baja, semen, elektronika, dan otomotif.

Menurut Iqbal, industri baja terpukul karena masuknya baja murah dari China. Di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, misalnya, ancaman PHK sudah mulai terjadi setahun yang lalu. Berdasarkan informasi dari para perkerja subkon (sub kontraktor) di Krakatau Steel, sudah banyak dari mereka yang dirumahkan dan shift dikurangi.

Begitu juga dengan industri semen. Industri semen terpukul karena masuknya perusahaan asing terutama dari China yang bisa menjual dengan harga lebih murah.

Selanjutnya, ancaman PHK, contohnya di Batam. Berita Terbaru, Foster Electronic dan Unisem tutup menyebabkan ribuan buruh kehilangan pekerjaan.

Lalu, ancaman PHK datang dari industri otomotif. Terlebih, setelah Nissan mengumumkan akan melakukan pengurangan tenaga kerja. Dalam hal ini, Nissan Motor Indonesia (NMI) membenarkan bahwa keputusan Nissan Motor Co, induk usahanya, melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga akan dialami karyawan perusahaan di Indonesia.

Dalam hitungan KSPI, potensi PHK dari industri baja sekitar 3.000-5.000 tenaga kerja, semen 1.000-2.000 tenaga kerja, otomotif terutama dari Nissan 500-1.000 tenaga kerja, dan elektronik dari Batam sekitar 2.000 tenaga kerja. Hitungan kasar semuanya sekitar 10.000 terancam PHK.

Karena itu, kata Iqbal, pihaknya mendesak agar pemerintah melakukan langkah-langkah konkret untuk mencegah terjadinya PHK.

Dia juga meminta agar kartu prakerja segera direalisasikan. KSPI berharap kartu prakerja juga dapat dipergunakan untuk para pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Saya minta agar bisa dipakai untuk orang-orang yang terkena PHK agar mereka bisa bekerja kembali, apalagi banyak PHK di tahun ini. Saya minta bisa tahun depan mulai diterapkan,” ujar Said Iqbal.

Mendesak Agar Janji Presiden RI Untuk Merevisi PP No 78 Tahun 2015 Segera Dilakukan Dengan Memperhatikan Usulan Masukan Dari Kaum Buruh,” secara garis besar penjelasan pernyataan sikap KSPI terkait terkait rencana revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan. KSPI mendesak agar janji Presiden RI untuk merevisi PP No 78 Tahun 2015 segera dilakukan dengan memperhatikan usulan/masukan dari kaum buruh.

Penyampaian adanya potensi Gelombang PHK terhadap puluhan ribu pekerja.Penjelasan rencana aksi KSPI dan buruh Indonesia untuk menolak revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang merugikan kaum buruh.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI ) mengadakan Konferensi Pers mengenai wacana revisi UU Ketenagakerjaan di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH) Jalan Diponegoro Nomor 74 Jakarta Pusat hari ini, Selasa, 6 Agustus 2019.

KSPI telah membuat surat kepada setiap perwakilan buruh di daerah untuk mengadakan aksi – aksi untuk menolak revisi undang – undang nomor 13/2003, bahkan di daerah pun sudah disiapkan aksi yang lebih besar untuk menentang undang – undang ini.

Sebagai mana janji Presiden Jokowi pada bulan Mei tahun lalu di Istana Bogor untuk merevisi PP 78/2015, tetapi saat ini belum dilakukan, maka kami mengharapkan agar segera merevisi UU PP 78/2015 ini.

Kami menolak revisi Undang – Undang yang merugikan kaum buruh, ujar Buruh yang tergabung didalam wadah KSPI yang juga mewakili kaum buruh meminta penetapan Upah Minimum Regional dikembalikan kepada Gubernur dan bukan kepada Pemerintah Pusat.

Undang – Undang Ketenagakerjaan di seluruh dunia bersifat perlindungan dan kesejahteraan tetapi Revisi UU 13/2003 ini menurunkan perlindungan dan kesejahteraan kaum buruh.

Di Jerman jam kerjanya hanya 6 jam, tetapi dibayar dengan gaji yang besar,berbeda dengan di Indonesia oleh sebab itu banyak yang lembur. Mari kita pikirkan karena ini untuk keluarga dan anak cucu kita. Indonesia dengan pesangon dan jumlah pensiun yang kecil bagaimana dapat bertahan dengan jumlah hanya 3 persen.

Padahal Presiden Jokowi sudah pernah berjanji untuk merevisi PP. 78 namun ada tarik-menarik kepentingan antara Apindo (Pengusaha) dengan Pemerintah sehingga kami lihat Menteri Tenaga Kerja mengulur-ulur waktu untuk mempercepat revisi PP ini,” tutur Iqbal.

Terakhir Iqbal juga mengatakan KSPI akan menggelar aksi besar-besaran ke Istana Negara dan DPR.

“Kami sedang cari waktunya yaitu 16 Agustus atau akhir bulan Agustus. Massa buruh yang turun aksi sekitar puluhan ribu orang. Saat ini beberapa Serikat Buruh sudah melakukan aksi demo di daerah terkait PP. 78,” tegas Iqbal.

Konferensi pers ini sejatinya dihadiri oleh Presiden KSPI Said Iqbal dan beberapa pimpinan buruh KSPI.(admin).

1
persnews
Aktual, Tajam, Terpercaya;
http://www.persnews.id